Breaking News

Indonesia Australia Bahas Pakta Keamanan Baru, Kawasan Asia Pasifik Bergejolak

JAKARTA, geografyi.com - Rencana perjanjian pertahanan Indonesia Australia yang diumumkan di Canberra memicu perhatian besar kawasan, karena bahasa draf kerja sama itu dinilai mirip struktur aliansi kolektif. Baik konsultasi ancaman, respons terpadu, hingga koordinasi keamanan tingkat tinggi menandakan hubungan kedua negara bergerak ke level yang belum pernah tercapai sejak kegagalan pakta pertahanan era 1990-an.

Dalam pengumuman tersebut, Perdana Menteri Australia dan Presiden Indonesia berdiri berdampingan menyampaikan bahwa negosiasi substantif telah selesai. Walau belum ditandatangani resmi, pengumuman untuk finalisasi pada Januari mendatang sudah cukup mengguncang dinamika strategis di Asia Pasifik. Australia tengah memperkuat jaringan pertahanannya seiring meningkatnya pengaruh Cina di Laut Cina Selatan, ekspansi keamanan ke Pasifik, serta kekhawatiran laporan intelijen mengenai ketertarikan Rusia membangun akses strategis di kawasan timur Indonesia.

Australia, sejak pembentukan AUKUS pada 2022, semakin aktif merancang arsitektur pertahanan kawasan. Dari latihan gabungan dengan Filipina, kerja sama intelijen dengan Jepang, hingga perjanjian keamanan dengan Papua Nugini, Canberra disebut sedang menyusun blok keamanan berbasis Pasifik yang perannya menyerupai NATO versi regional. Namun dalam skema ini, posisi Indonesia menjadi pusat gravitasi. Tanpa Indonesia, celah strategis di barat dan selatan Pasifik terlalu lebar untuk dikendalikan Australia dan sekutunya.

Indonesia menguasai tiga selat vital Malaka, Sunda, dan Lombok—yang menjadi jalur keluar-masuk armada militer dunia. Karena itu Australia menilai stabilitas jangka panjang tidak mungkin tercapai tanpa mengamankan kerja sama dengan Jakarta. Di saat bersamaan, Cina disebut menjadi pihak yang paling gelisah. Investasi besar dalam kereta cepat, energi, nikel, hingga jaringan digital menjadikan Indonesia salah satu mitra ekonomi terpenting Beijing di Asia Tenggara. Rencana pakta baru dengan Australia dinilai dapat mengguncang keseimbangan pengaruh tersebut.

Pertanyaan besar muncul: apakah Indonesia sedang menggeser orientasi politik luar negerinya? Prinsip bebas aktif yang dipegang sejak era Soekarno kini menghadapi tekanan geopolitik paling rumit dalam dua dekade terakhir. Kebijakan luar negeri Presiden Prabowo yang bergerak luwes ke berbagai arah—menguatkan dialog dengan Amerika Serikat, menghadiri forum militer Cina, hingga membuka ruang komunikasi dengan Rusia menimbulkan spekulasi mengenai arah diplomasi Indonesia ke depan.

Di tengah suhu kawasan yang meningkat, Indonesia berada pada persimpangan: mempertahankan bebas aktif secara ketat, atau memilih pendekatan baru yang lebih pragmatis demi menjamin keamanan dan kepentingan strategis jangka panjang.

Red GEOGRAFLYI

Iklan Disini

Masukan Kata yang mau dicari

Close