Bau-Bau, geografyi.com – Fenomena penggunaan huruf Hangul Korea oleh masyarakat Suku Cia-Cia di Kota Baubau, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara, kembali menjadi sorotan setelah sebuah video edukatif viral di YouTube. Banyak yang bertanya: mengapa sebuah suku di Indonesia menggunakan aksara Korea untuk menuliskan bahasa daerahnya?
Indonesia memiliki setidaknya 715 bahasa daerah, namun hanya 12 aksara lokal yang masih terdokumentasi dan digunakan. Ketimpangan ini membuat banyak bahasa daerah tidak memiliki sistem penulisan sendiri—termasuk bahasa Cia-Cia yang dituturkan oleh sekitar 80.000 warga di Baubau. Tanpa sistem tulisan, bahasa minoritas berisiko punah karena tidak dapat diwariskan secara tepat antar generasi.
Pada tahun 2008, Hangul diusulkan sebagai aksara bahasa Cia-Cia karena dinilai lebih cocok mencerminkan fonologi bahasa tersebut dibanding alfabet Latin maupun huruf Arab. Profesor Joh Hun dari Hankuk University of Foreign Studies menjadi tokoh awal yang memperkenalkan Hangul kepada masyarakat Cia-Cia melalui kerja sama dengan Hanminjok Munhwa Gongbosa (HMG). Sebagai bagian dari program, seorang guru asal Baubau bernama Abidin dikirim ke Korea untuk mempelajari sistem penulisan Hangul secara langsung.
Hasilnya, Abidin berhasil menyusun buku pelajaran bahasa Cia-Cia beraksara Hangul yang diterbitkan pada 16 Juli 2009. Pada 22 Juli di tahun yang sama, SD Karya Baru Sorawolio menjadi sekolah pertama yang menggunakan Hangul dalam pembelajaran. Beberapa papan jalan juga menampilkan tulisan ganda: Latin dan Hangul.
Namun perjalanan adopsi Hangul bukan tanpa hambatan. Menurut pernyataan Kedutaan Besar RI di Seoul, Hangul belum pernah disahkan sebagai aksara resmi bahasa Cia-Cia karena pemerintah daerah tidak mengajukan prosedur formal untuk mengadopsi alfabet asing, sesuai dengan ketentuan UU No. 24 Tahun 2000. Berbeda dengan itu, sejumlah akademisi Korea mengklaim nota kesepahaman tahun 2009 sudah cukup menjadi dasar legal. Para ahli hukum Indonesia menegaskan MOU tersebut tidak memiliki kekuatan hukum sebagai pengesahan alfabet resmi.
Meski demikian, Hangul tetap digunakan sebagai aksara nonresmi untuk pendidikan, penelitian, dan papan informasi lokal. Bahkan hubungan budaya Baubau–Korea semakin kuat. Kelas bahasa Korea kini tersedia di tingkat SD, SMP, dan SMA. Pada 2019, warga membangun Kampung Korea sebagai destinasi wisata baru yang dihiasi mural dan ornamen khas Korea.
Pada 2023, sebuah video YouTube kembali memicu kontroversi ketika menampilkan dugaan adanya kepentingan bisnis dalam penyebaran Hangul di Baubau. Meski belum jelas kebenarannya, isu tersebut memperlihatkan betapa fenomena ini masih menarik perhatian publik, baik di Indonesia maupun Korea Selatan.
Fenomena Hangul Cia-Cia menjadi bukti bahwa pelestarian bahasa daerah membutuhkan kreativitas dan keberanian, bahkan bila itu berarti mengambil inspirasi dari aksara negara lain. Kerja sama budaya unik ini adalah warisan yang terus hidup di tengah keberagaman Indonesia.

Social Footer